Polisi Keukeuh Sebut Yadi Meninggal Karena Asma Saat Aksi Mahasiswa

Jenazah Yadi masih mengeluarkan darah saat akan dikebumikan

Jakarta-Metrolangkat.com

Polisi angkat bicara tentang tewasnya pria bernama Maulana Suryadi (23) di tengah ricuh demonstrasi sekitar gedung DPR. Menurut polisi, tak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh Maulana.

“Jadi untuk almarhum Maulana itu, ibu kandungnya itu, Ibu Maspupah, sudah mendatangi RS Kramat Jati. Jadi ibu kandung sudah melihat jenazahnya, jadi yang bersangkutan melihat tidak ada lebam-lebam maupun benda keras, tidak ada,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di  Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (4/10/2019) malam.

Argo kemudian mengatakan ibu Maulana atau Yadi juga sudah meneken surat pernyataan di atas meterai Rp 6.000 bahwa anaknya memang punya riwayat sesak napas. Argo menyebut ibunya juga tak mau jasad Yadi diautopsi.

“Jadi ibunya sudah ngecek sendiri dan kemudian juga membuat pernyataan juga di surat di atas meterai Rp 6.000 yang menyatakan memang almarhum ini memang punya riwayat penyakit sesak napas. Ya, dari ibu kandungnya seperti itu dan tidak mau diautopsi juga,” ucapnya.

Selanjutnya, Argo membenarkan bahwa pihak kepolisian memberi santunan Rp 10 juta untuk pengurusan jenazah. Menurut Argo, tak ada salahnya polisi memberi santunan.

“Kalau misalnya seseorang memberikan turut berduka, boleh tidak? Ya sudah. Ya, boleh ya,” ucapnya.

Sementara itu, ibu kandung korban Yadi, Maspupah, juga sempat angkat bicara soal uang Rp 10 juta itu. Dia menyebut saat itu dia dipanggil polisi ke sebuah kamar setelah meneken surat pernyataan mengenai penyebab kematian Maulana.

“Abis itu saya dipanggil sama polisi ke kamar, ngasih amplop buat ngurus biaya jenazah Yadi, Rp 10 juta. Saya nggak banyak omong, takut,” ujar Maspupah sebagaimana dilansir dari Antara.

Maspupah juga melihat jasad Yadi, yang mengeluarkan darah dari telinga, bahkan sempat menanyakan hal itu, namun jawaban dari petugas disebabkan oleh penyakit asma.

Setelah itu, Maspupah diminta membuat surat pernyataan bahwa pihak keluarga tak bersedia jenazah Yadi diautopsi. Maspupah mengatakan juga diberi amplop oleh polisi.

“Pas keluar dari ruang jenazah, disuruh bikin surat keterangan, tapi yang nulis anak saya yang perempuan namanya Veby. Intinya meninggal karena gas sama asma. Nah, polisi manggil saya secara diam-diam, masuk ke kamar jenazah lagi, ngasih amplop warna putih di depan jenazah anak saya, isinya Rp 10 juta. Pas dikasihkan, ngomong-nya, ‘Ini pas ngurus-ngurus anak Ibu,'” katanya.

Dia mengatakan ada polisi yang mengantarnya pulang. Namun polisi tidak mengantar sampai rumahnya. Pihak keluarga sempat menelepon polisi yang memberi kabar atas meninggalnya Yadi.

“Setelah sampai rumah, bibinya sempat ribut melalui telepon dengan polisi namanya Charles yang pertama telepon ngehubungin saya di telepon, ‘Ini kenapa ponakan saya dipukulin begini pada berdarah gini? Kalau dia membunuh anak saya, saya tidak terima, kalau anak saya meninggal, saya ikhlas, biar dia tenang. Saya nggak terima anak saya diperlakukan kaya binatang. Karena perginya sehat,” ungkap dia.

Maspupah mengatakan Yadi adalah tulang punggung keluarga setelah suaminya meninggal. Yadi juga sudah memiliki dua anak yang masih kecil. Dia menuntut tanggung jawab atas meninggalnya Yadi.

“Ya kalau anak saya meninggal secara nggak wajar gitu, tanggung jawab dong. Kalau anak saya meninggal, saya ikhlas. Tapi kalau memang dibunuh sama dia, saya nggak terima,” tutur Maspupah.

Saat dimakamkan pun, menurut Maspupah, tidak ada petugas kepolisian yang hadir dan jasad mengeluarkan darah. (rud)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*